ASUHAN KEPERAWATAN REPRODUKSI
(KLIEN DENGAN KELAINAN
LETAK JANIN)
Angkatan
2013
DEWI FATHUR ROSYIDA /131311133110
Letak sungsang adalah keadaan dimana
janin terletak memanjang dengan kepala di fundus uteri dan batang berada di
bagian bawah kavum uteri. Kejadian letak sungsang berkisar antara 2% sampai 3%
bervariasi di berbagai tempat. Sekalipun kejadiannya kecil tetapi mempunyai
penyulit yang besar dengan angka kematian sekitar 20% sampai 30%
(Winkjosastro,1999)
Letak sungsang merupakan keadaan di mana
janin terletak memanjang dengan kepala berada di fundus uteri dan bokong berada
di bagian bawah kavum uteri. Pertolongan persalinan letak sungsang melalui
jalan vaginal memerlukan perhatian karena dapat menimbulkan komplikasi
kesakitan, cacat permanen sampai dengan kematian bayi. Memperhatikan komplikasi
pertolongan persalinan letak sungsang melalui jalan vaginal, maka sebagian
besar pertolongan persalinan letak sungsang dilakukan dengan sectio caesaria.
Adapun factor – factor yang menyebabkan persalinan section Caesar menurut
Caterini ( 2007 ) di antaranya usia
ibu, letak sungsang, letak lintang, plasenta previa, gawat janin dan
lain-lain. Selain factor di atas ( factor medis ) terdapat pula factor lain
yaitu akses terhadap pelayanan kesehatan, dan faktor – faktor yang tidak
diketahui atau diperkirakan, sehingga dapat meningkatkan persalinan dengan
section Caesar. Bedah Caesar merupakan pembedahan ( melahirkan janin ) dengan
membuka dinding abdomen dan uterus serta prosedur untuk menyelamatkan
kehidupan. Operasi ini memberikan jalan keluar bagi kebanyakan kesulitan yang
timbul bila persalinan pervaginaan yang tidak memungkinkan atau berbahaya (
Winkjosastro, H, 2005)
Kematian perinatal langsung yang
disebabkan karena persalinan presentasi bokong sebesar 4-5 kali dibanding presentasi
kepala. Sebab kematian perinatal pada persalinan presentasi bokong yang
terpenting adalah prematuritas dan penanganan persalinan yang kurang sempurna,
dengan akibat hipoksia atau perdarahan di dalam tengkorak. Trauma lahir pada
presentasi bokong banyak dihubungkan dengan usaha untuk mempercepat persalinan
dengan tindakan-tindakan untuk mengatasi macetnya persalinan (I gede bagus
2010).
Kehamilan dengan presentasi bokong
merupakan kehamilan yang memiliki risiko. Hal ini dikaitkan dengan abnormalitas
janin dan ibu. Frekuensi dari letak sungsang ditemukan kira-kira 4,4 % di Rumah
Sakit Dr. Pirngadi Medan dan 4,6 % di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung. Banyak
faktor yang dapat menyebabkan kelainan letak presentasi bokong, diantaranya
paritas ibu dan bentuk panggul ibu. Angka kejadian presentasi bokong jika
dihubungkan dengan paritas ibu maka kejadian terbanyak adalah pada ibu dengan
multigravida dibanding pada primigravida, sedangkan jika dihubungkan dengan
panggul ibu maka angka kejadian presentasi bokong terbanyak adalah pada panggul
sempit, dikarenakan fiksasi kepala janin yang tidak baik pada Pintu Atas
Panggul (adam syaifuddin, 2010).
Kemudian begitu halnya dengan letak
lintang, letak lintang adalah suatu keadaan di mana janin melintang di
dalam uterus dengan kepala pada sisi yang satu sedangkan bokong berada pada
sisi yang lain. Pada umumnya bokong berada sedikit lebih tinggi daripada kepala
janin, sedangkan bahu berada pada pintu atas panggul. Kelainan letak pada janin
ini termasuk dalam macam-macam bentuk kelainan dalam persalinan (distosia).
Distosia adalah kelambatan atau kesulitan persalinan. Dapat disebabkan kelainan
tenaga (his), kelainan letak dan bentuk janin, serta kelainan jalan
lahir (Jhon smeeth, 2009).
Angka kejadian letak lintang sebesar 1
dalam 300 persalinan. Hal ini dapat terjadi karena penegakkan diagnosis letak
lintang dapat dilihat pada kehamilan muda dengan menggunakan
ultrasonografi. Pemeriksaan USG juga bermanfaat dalam menegakkan adanya
plasenta previa. Beberapa rumah sakit di Indonesia melaporkan angka kejadian
letak lintang antara lain: RSUP Dr. Pirngadi, Medan 0,6%; RS Hasan sadikin,
Bandung 1,9%; RSUP Dr. Cipto Mangunkusumo selama 5 tahun 0,1% dari 12827
persalinan; sedangkan Greenhill menyebut angka 0,3% dan Holland 0,5 –
0,6% (adam syaifuddin, 2010).
Dengan ditemukannya letak lintang pada
pemeriksaan antenatal, sebaiknya diusahakan mengubah menjadi presentasi kepala
dengan versi luar. Persalinan letak lintang memberikan prognosis yang jelek,
baik terhadap ibu maupun janinnya. Faktor – faktor yang mempengaruhi kematian
janin pada letak lintang di samping kemungkinan terjadinya letak lintang kasep
dan ruptura uteri, juga sering akibat adanya tali pusat menumbung serta trauma
akibat versi ekstraksi untuk melahirkan janin (Jhon smeeth, 2009)
1.1.1
Apakah definisi
Kelainan letak?
1.1.2
Bagaimana klasifikasi
Kelainan letak?
1.1.3
Apa saja etiologi
Kelainan letak?
1.1.4
Apa saja manifestasi
klinis Kelainan letak?
1.1.5
Bagaimana patofisiologi
Kelainan letak?
1.1.6
Bagaimana pemeriksaan
diagnostik untuk klien Kelainan letak?
1.1.7
Bagaimana
penatalaksanaan klien Kelainan letak?
1.1.8
Apa saja komplikasi
dari Kelainan letak?
1.1.9
Bagaimana prognosis
dari Kelainan letak?
1.1.10 Bagaimana
asuhan keperawatan pada klien dengan Kelainan letak?
1.1.11 Tujuan Umum
Mahasiswa
dapat memahami dan mengimplementasikan asuhan keperawatan klien dengan Kelainan
letak.
1.1.12 Tujuan Khusus
1.3.2.1
Mahasiswa memahami definisi Kelainan
letak
1.3.2.2
Mahasiswa memahami klasifikasi Kelainan letak
1.3.2.3
Mahasiswa memahami etiologi Kelainan letak
1.3.2.4
Mahasiswa memahami manifestasi klinis Kelainan
letak
1.3.2.5
Mahasiswa memahami patofisiologi Kelainan letak
1.3.2.6
Mahasiswa memahami pemeriksaan diagnostik Kelainan
letak
1.3.2.7
Mahasiswa memahami penatalaksanaan
klien dengan Kelainan letak
1.3.2.8
Mahasiswa memahami komplikasi dari Kelainan
letak
1.3.2.9
Mahasiswa memahami prognosis
klien dengan Kelainan letak
1.3.2.10
Mahasiswa memahami asuhan
keperawatan klien dengan Kelainan letak
1.1.13
Bagi masyarakat
Makalah ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan
mengenai penyakit keganasan yang terjadi pada sistem reproduksi wanita,
khususnya keganasan pada kelainan letak
1.1.14
Bagi tenaga kesehatan
Makalah ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan
masukan untuk memberikan pelayanan asuhan keperawatan pada pasien dengan kasus
kelainan letak
1.1.15
Bagi penulis
Penulis
berharap dapat menambah wawasan pada pasien dengan kasus kelaianan letak
Letak sungsang adalah letak memanjang dengan bokong
sebagai bagian yang terendah
Letak
sungsang dibagi sebagai berikut:
1. Letak
bokong murni; presentasi bokong murni, dalam bahasa Inggris “Frank breech”.
Bokong saja yang menjadi bagian depan sedangkan kedua tungkai lurus ke atas.
2. Letak
bokong kaki (presentasi bokong kaki) di samping bokong teraba kaki dalam bahasa
Inggris “Complete breech”. Disebut letak bokong kaki sempurna atau tidak
sempurna kalau di samping bokong teraba kedua kaki atau satu kaki saja.
3. Letak
lutut (presentasi lutut)
4. Letak
kaki (presentasi kaki)
Dalam
bahasa Inggris letak lutut dan letak kaki disebut “Incomplete breech”.
Tergantung pada terabanya kedua kaki atau lutut atau hanya teraba satu kaki
atau lutut disebut letak kaki atau lutut sempurna dan letak kaki atau lutut
tidak sempurna.
Letak Lintang adalah Keadaan bayi
melintang rahim, dengan kepala pada sisi yang satu dan bokong berada pada sisi
yang lain. Pada letak lintang sumbu panjang anak tegak lurus atau hampir tegak
lurus pada sumbu panjang ibu. Pada letak lintang bahu menjadi bagian terendah,
maka juga disebut presentasi bahu atau
presentasi acromion. Kalau punggung terdapat sebelah depan disebut
dorsoanterior dan kalau di belakang disebut dorsoposterior.
1. Prematuritas
karena bentuk rahim relative kurang lonjong, air tuban masih banyak dan
kepala anak relatif besar.
2. Hydramnion
karena anak mudah bergerak.
3. Placenta
previa karena menghalangi turunnya kepala ke dalam PAP.
4. Bentuk
rahim yang abnormal seperti uterus bicornis.
5. Panggul
sempit
6. Kelainan
bentuk kepala: hydrocephalus, anencephalus, karena kepala kurang sesuai dengan
bentuk
PAP.
7. Kehamilan
kembar
1. Pergerakan
anak terasa oleh ibu di bagian perut bawah dibawah pusat dan ibu sering merasa
benda keras (kepala) mendesak tulang iga.
2. Pada
palpasi teraba bagian keras, bundar dan melenting pada fundus uteri.
3. Punggung
anak dapat teraba pada salat satu sisi perut dan bagian-bagian kecil pada pihak
yang berlawanan. Diatas sympisis teraba bagian yang kurang budar dan lunak.
4. Bunyi
jantung janin terdengar pada punggung anak setinggi pusat.
2.4 Patofisiologi
A.
Letak sungsang
Letak janin dalam uterus bergantung pada
proses adaptasi janin terhadap ruangan dalam uterus. Pada kehamilan sampai
kurang lebih 32 minggu, jumlah air ketuban relatif lebih banyak, sehingga
memungkinkan janin bergerak dengan leluasa. Dengan demikian janin dapat
menempatkan diri dalam presentasi kepala, letak sungsang atau letak lintang.
Pada kehamilan trimester III janin tumbuh
dengan cepat dan jumlah air ketuban relatif berkurang. Karena bokong dengan
kedua tungkai terlipat lebih besar daripada kepala, maka bokong dipaksa untuk
menempati ruang yang lebih luas di fundus uteri, sedangkan kepala berada
ruangan yang lebih kecil di segmen bawah uterus. Dengan demikian dapat
dimengerti mengapa pada kehamilan belum cukup bulan, frekuensi letak sungsang
lebih tinggi, sedangkan pada kehamilan cukup bulan, janin sebagian besar
ditemukan dalam presentasi kepala. Sayangnya, beberapa fetus tidak seperti itu.
Sebagian dari mereka berada dalam posisi sungsang.
B. Letak lintang
Menurut Mochtar (1998) anak normal dan cukup bulan tidak mungkin
lahir secara spontan dalam letak lintang. Janin hanya dapat lahir spontan, bila
kecil atau premature, sudah mati dan menjadi lembek atau panggul luas. Pada
cara Denman bahu tertahan pada simpisis dan dengan fleksi kuat di bagian bawah
tulang belakang, badan bagian bawah, bokong dan kaki turun di rongga panggul
dan lahir, kemudian disusul badan bagian atas dan kepala.
Pada cara Douglas bahu masuk ke
dalam rongga panggul, kemudian dilewati oleh bokong dan kaki, sehingga bahu,
bokong dan kaki lahir, selanjunya disusul oleh lahirnya kepala. Dua cara
tersebut merupakan variasi suatu mekanisme lahirnya janin dalam letak lintang,
akibat fleksi lateral yang maksimal dari tubuh janin (Wiknjosastro, 2006 :
625).
A.
Letak sungsang
1. Palpasi :
Kepala teraba di fundus, bagian bawah bokong ,dan
punggung dikiri atau kanan.
2. Auskultasi :
DJJ paling jelas terdengar pada tempat yang lebih tinggi
dari pusat.
3. Pemeriksaan dalam : Dapat diraba os sakrum, tuber
ischii, dan anus,
kadang –
kadang kaki (pada letak kaki).
4. Pemeriksaan foto rontgen : bayangan kepala di fundus.
B.
Letak lintang
Diagnosis letak sungsang pada
umumnya tidak sulit. Pada pemeriksaan luar, di bagian bawah uterus tidak dapat
diraba bagian keras dan bulat, yaitu kepala, dan kepala teraba di fundus.
Denyut jantung janin pada umumnya ditemukan setinggi atau sedikit lebih tinggi
daripada umbilikus. Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan dalam.
Setelah ketuban pecah, dapat diraba
lebih jelas adanya bokong yang ditandai dengan adanya sacrum, tuber ossis
iskii, dan anus. Bila dapat diraba kaki, maka harus dibedakan dengan tangan.
Pada kaki terdapat tumit, sedangkan pada tangan ditemukan ibu jari yang
letaknya tidak sejajar dengan jari-jari lain dan panjang jari kurang lebih sama
dengan panjang telapak tangan.
Pada presentasi bokong kaki
sempurna, kedua kaki dapat diraba di samping bokong, sedangkan pada presentasi
bokong kaki tidak sempurna, hanya teraba satu kaki di samping bokong
(Wiknjosastro, 2006 : 611).
1.
Penanganan
selama kehamilan.
Versi kepala luar
dapat dicoba bila presentasi sungsang didiagnosis sebelum permulaan persalinan
dan setelah 37 minggu kehamilan. Tujuan dari usaha ini adalah mengangkat
sungsang keluar dari pelvis ibu sementara memandu kepala janin ke dalam pelvis,
dengan demikian presentasi kepala dicapai (Hacker, 2001 : 255).
Sebelum melakukan
versi luar, diagnosis letak janin harus pasti, sedangkan denyut janin harus
dalam keadaan baik. Selam versi dilakukan dan setelah versi luar berhasil
denyut jantung janin harus selalu diawasi. Sesudah janin berada dalam keadaan
presentasi kepala, kepala didorong masuk ke dalam rongga panggul. Versi luar
hendaknya dilakukan dengan kekuatan ringan tanpa mengadakan paksaan. Versi luar
tidak akan berhasil jika versi luar dilakukan apabila air ketuban hanya
sedikit. Kontraindikasi lain untuk melakukan versi luar adalah panggul sempit,
perdarahan antepartum, hipertensi, hamil kembar, plasenta previa (Wiknjosastro,
2006 : 615).
Menurut Mochtar
(1998) syarat versi luar yaitu pembukaan kurang dari 5 cm, ketuban masih ada,
bokong belum turun atau masuk pintu atas panggul. Teknik versi luar yaitu:
a.
Lebih
dahulu bokong lepaskan dari pintu atas panggul dan ibu dalam posisi
trendelenburg.
b.
Tangan
kiri letakkan di kepala dan tangan kanan pada bokong.
c.
Putar
kearah muka atau perut janin.
d.
Lalu
tukar tangan kiri diletakkan di bokong dan tangan kanan di kepala.
e.
Setelah
berhasil pasang gurita, dan observasi td, djj serta keluhan.
2.
Penanganan
selama persalinan.
a.
Kelahiran
Pervaginam.
Penanganan sewaktu
melahirkan pada presentasi sungsang bergantung pada pelvis ibu, jenis sungsang,
dan umur gestasi (Hacker, 2001 : 256).
Menurut Mochtar
(1998) terdiri dari partus spontan atau pada letak sungsang janin dapat lahir
secara spontan seluruhnya dan manual aid. Waktu memimpin partus dengan letak sungsang
harus diingat bahwa ada 2 fase yaitu :
·
Fase
menunngu dimana sebelum bokong lahir seluruhnya, kita hanya melakukan
observasi. Bila tangan tidak
menjungkit ke atas, persalinan akan mudah. Sebaiknya jangan ekspresi
Kristeller, karena hal ini akan memudahkan terjadinya nurchae arm.
·
Fase
untuk bertindak cepat yaitu bila badan janin sudah lahir sampai pusat, tali
pusat akan tertekan antara kepala dan panggul, maka janin harus lahir dalam
waktu 8 menit. Untuk mempercepat lahirnya janin dapat dilakukan manual aid.
b.
Seksio
sesarea
Menurut Hacker
(2001) sungsang prematur biasanya dilahirkan dengan seksio sesarea karena
perbedaan yang besar antara ukuran kepala janin dan badan janin, dimana kepala
jauh lebih besar. Pada sungsang
tidak lengkap yang cukup bulan, kelahiran harus dicapai dengan seksio sesarea.
Apabila pada
pemeriksaan antenatal ditemukan letak lintang, sebaiknya diusahakan mengubah
menjadi presentasi kepala dengan versi luar. Sebelum melakukan versi luar harus
dilakukan pemeriksaan teliti ada tidaknya panggul sempit, tumor dalam pnggul,
atau plasenta previa, sebab dapat membahayakan janin meskipun versi luar
berhasil, janin mungkin akan memutar kembali. Untuk mencegah janin memutar
kembali ibu dianjurkan menggunakan korset, dan dilakukan pemeriksaan antenatal ulangan
untuk menilai letak janin.
Pada seorang
primigravida bila versi luar tidak berhasil, sebaiknya segera dilakukan seksio
sesarea. Pertolongan persalinan letak lintang pada multipara bergantung pada
beberapa faktor. Apabila riwayat obstetric wanita yang bersangkutan baik, tidak
didapatkan kesempitan panggul, dan janin tidak seberapa besar, dapat ditunggu
dan diawasi sampai pembukaan serviks lengkap untuk kemudian melakukan versi
ekstrasi. Selama menunggu ketuban harus diusahakan supayua utuh dan melarang
untuk meneran dan bangun.
Apabila ketuban pecah sebelum
pembukaan lengkap dan terdapat prolaps
funikuli, harus dilakukan seksio sesarea. Dan apabila ketuban pecah,
tetapi tidak terjadi prolaps
funikuli, maka bergantung kepada tekanan, dapat ditunggu sampai
pembukaan lengkap kemudian dilakukan versi ekstrasi atau dengan seksio sesarea.
Pada letak lintang ksep atau persalinan lama, versi ekstrasi akan mengakibatkan
rupture uteri, sehingga bila janin masih hidup, hendaknya dilakukan seksio
sesarea dengan segera, sedangkan pada janin mati dilahirkan secara pervaginam
dengan dekapitasi (Wiknjosastro, 2006 : 627).
Letak
sungsang
1.
Pada
letak sungsang yang persisten, dapat menimbulkan komplikasi sebagai berikut :
a.
Peningkatan
morbiditas dan mortalitas perinatal selama proses persalinan
b.
Berat
bayi lahir rendah (BBLR) pada persalinan preterm, pertumbuhan terhambat /
keduanya
c.
Prolapsus
tali pusat
d.
Plasenta
previa
e.
Kelainan
pada janin
f.
Kelainan
uterus dan tumor pelvis
A. Letak sungsang
1.
Komplikasi ibu
a.
Perdarahan
b.
Trauma
jalan lahir
c.
Infeksi
2.
Komplikasi anak
a.
Sufokasi
/ aspirasi : Bila sebagian besar tubuh janin sudah lahir, terjadi pengecilan
rongga uterus yang menyebabkan gangguan sirkulasi dan menimbulkan anoksia.
Keadaan ini merangsang janin untuk bernafas dalam jalan lahir sehingga
menyebabkan terjadinya aspirasi.
b.
Asfiksia
: Selain hal diatas, anoksia juga disebabkan oleh terjepitnya tali pusat pada
fase cepat
c.
Trauma
intrakranial: Terjadi sebagai akibat : Panggul sempit, dilatasi servik belum
maksimal (after coming head), persalinan kepala terlalu cepat (fase lambat
kedua terlalu cepat)
d.
Fraktura
/ dislokasi: Terjadi akibat persalinan sungsang secara operatif
1.
Fraktura
tulang kepala
2.
Fraktura
humerus
3.
Fraktura
klavikula
4.
Fraktura
femur
5.
Dislokasi
bahu
6.
Paralisa
nervus brachialis yang menyebabkan paralisa lengan terjadi akibat tekanan
pada pleksus brachialis oleh jari-jari penolong saat melakukan traksi
dan juga akibat regangan pada leher saat membebaskan lengan.
B.
Letak lintang
Letak lintang
merupakan keadaan malpresentasi yang paling berat dan dapat menimbulkan
berbagai komplikasi pada ibu dan janin. Komplikasi akan bertambah berat jika
kasus letak lintang telambat didiagnosa. Pada ibu, dapat terjadi dehidrasi,
pireksia, sepsis, perdarahan antepartum, perdarahan pos partum, ruptur uteri,
kerusakan organ abdominal hingga kematian ibu. Pada janin, dapat terjadi
prematuritas, bayi lahir dengan apgar skor yang rendah, prolapsus umbilikus,
maserasi, asfiksia hingga kematian janin.
A.
Letak sungsang
Morbiditas dan mortalitas persalinan letak sungsang lebih berat
dibandingkan letak kepala. Ini disebabkan oleh hal-hal berikut:
1.
Bagian
yang paling besar dengan persendian leher justru lahir paling belakang.
2.
Terdapat
tiga komponen persalinan letak sungsang dan masing-masing dapat menimbulkan
komplikasi:
a.
Persalinan
bokong
b.
Persalinan
bahu dengan lengan
c.
Persalinan
leher dengan volume yang kecil menyebabkan terjadi kembali pembukaan
serviks semakin kecil dan dapat menyebabkan kepala bayi terangkap
d.
Kelambatan
persalinan kepala bayi akan menimbulkan asfiksia karena tali pusat tertekan
sehingga aliran darah menuju bayi mengalami penurunan dan kekurangan nutrisi
serta oksigen
e.
Dipaksa
melahirkan kepala bayi yang hanya mempunyai waktu terbatas sekitar 5-10 menit
dapat menimbulkan trauma pada:
1.
Persendian leher
2.
Trauma langsung pada kepala
a.
Edema serebri
b.
Robekan
tentorium serebri
c.
Kerusakan
pusat vital pada medula oblongata
3.
Setelah
lahir masih mungkin terjadi sisa pos trauma, yang dapat menimbulkan gangguan
mental dan intelegensi.
B.
Letak lintang
Meskipun letak lintang dapat diubah menjadi presentasi kepala, tetapi
kelainan-kelainan yang menyebabkan letak lintang, misalnya panggul sempit,
tumor panggul dan plasenta previa, masih tetap dapat menimbulkan kelainan pada
persalinan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kematian ibu dan janin pada letak
lintang, disamping kemungkinan terjadinya letak lintang kasep dan ruptura
uteri, juga sering akibat adanya tali pusat menumbung serta trauma akibat versi
ekstraksi untuk mengeluarkan janin.
Janin hidup tetapi fungsi paru immatur
|
Janin mati
|
Kepala di fundus uteri dan bokong di bawah kavum uteri
|
Malpresentasi
|
Faktor predisposisi: grandemultipara, plasenta previa,
distosia jaringan lunak, fundus uteri lebih rendah dari umur
kehamilannya, uterus yang pendek, umur kehamilan
|
Perkiraan umur kehamilan dengan perriksa keadaan janin
|
Kutub janin di fosa iliaka terpalpasi dan teridentifikasi
adanya ekstremitas
|
Tidak adanya bagian terbawah janin dalam panggul
|
Letak Lintang
|
Malpresentasi
|
Letak Sungsang
|
Kelainan Letak
|
MK: Resiko tinggi
cidera (janin)
|
MK: Ansietas
|
Kurang pengetahuan
|
Janin hidup aterm atau preterm
|
Singkirkan adanya kontraindikasi
|
Pertimbangan versi luar
|
Monitoring janin (USG)
|
MK: Nyeri akut
|
Persalinan pervaginam
|
MK: Resiko Infeksi
(IBU)
|
Bedah caesar
|
Tokolitik berhasil
|
Tokolitik gagal
|
Pertimbangan kemugkinan dilakukan persalinan pervaginam
|
Upayakan menghentikan persalinan prematur
|
Versi luar berhasil
|
Versi luar gagal
|
A. Data Demografi
Nama : Ditanyakan nama penderita dan
suaminya agar tidak keliru bila ada kesamaan dengan penderita lain. (Ibrahim,
1971 : 84).
Umur : Dalam kurun waktu reproduksi
sehat, dikenal bahwa usia aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 20-30
tahun. (Hanifa, 1999:23) Semua usia subur20-30 tahun saat yang tepat untuk
persalinan dengan jarak kelahiran lebih dari 2 tahun merupakan masa reproduksi
yang sehat. (Sastrowinata, 1983 : 154). Usia 35 tahun atau lebih dinamakan primigravida
tua jaringan otot sudah kurang clastis dan kaku sehingga sukar diregangkan,
kemungkinan besar persalinan akan berlangsung kurang lancar. (DepkesRi, 1997 :
54)
Agama : Perlu ditanyakan agar bila
timbul keadaan gawat darurat dapat segera diketahui siapa yang perlu dihubungi.
(DepkesRI,1977:54)
Pendidikan : Makin rendah pendidikan
ibu, kematian bayi makin tinggi sehingga perlu diberi penyuluhan. (Depkes Rl,
1993 : 30).
Pekerjaan : Pekerjaan suami dan ibu
sendiri untuk mengetahui bagaimana taraf hidup dan sosial ekonominya agar
nasihat kita sesuai, juga mengetahui apakah pekerjaan mengganggu tidak, misal :
bekerja di pabrik rokok, mungkin zat yang terhisap akan berpengaruh pada janin.
(Ibrahim, 1971 : 85).
Perkawinan : Ditanya berapa kali
kawin dan berapa lamanya untuk membantu menentukan bagaimana keadaan alat
kelamin dalam ibu, missal : pada ibu yang telah lama sekali kawin dan baru
mempunyai anak kemungkinan ada kelainan pada alat kelamin dalamnya. (Ibrahim,
1971 : 85). Tidak menikah sah dan ibu
bercerai dapat mempengaruhi psikologis ibu sehingga mempengaruhi juga proses
persalinan. (Ibrahim, 1996 : 28).
Alamat : Untuk mengetahui ibu
tinggal dimana, menjaga kemungkinan bila ada ibu yang namanya sama. Agar dapat
dipastikan ibu yang mana yang hendak ditolong untuk kunjungan penderita. (Ibrahim, 1971 : 84).
B. Keluhan utama :
Pada ibu inpartu didapatkan tanda dan gejala :
1.
Pinggang terasa sakit menjalar kedepan, sifatnya teratur, interval semakin
pendek dan kekuatannya semakin besar. Nyeri semakin hebat bila untuk aktifitas
(jalan) dan tidak berkurang bila dibuat tidur, intensitas nyeri tergantung
keadaan klien.
2.
Mengeluarkan lender dan darah.
Pungeluaran
cairan yang sebagian besar ketubun pecah atau menjelang pembukaan lengkap.
(Manuaba, 1998 : 165)
C. Riwayat Kesehatan :
a. Riwayat Kesehatan dahulu :
1. Keadaan kesehatan ibu dengan penyakit seperti jantung,
DM, hipertensi, penyakit ginjal, GO, akan mempengaruhi masa gangguan dan
persalinan ibu.
2. Pada klien yang menderita Dm akan menambah kebutuhan
insulin sebagai kompentensi dari tubuh untuk memenuhi kebutuhan glukosa untuk
energi yang meningkat. Penyakit DM dapat menyebabkan resiko bayi besar.
3. Pada klien hipertensi dimana terjadi peningkatan beban
kerja jantung akibat penyempitan pembuluh darah akan semakin meningkat
sehubungan dengan kebutuhan tubuh untuk memenuhi O2.
4. GO atau penyakit kelamin yang lain akan menjadi factor
resiko bagi janin yaitu penularan infeksi secara langsung dari jalan lahir.
5. Penyakit jantung tingkat IV dapat menyebabkan
dekompensasi cordis dan setelah kelahiran bayi. (Sarwono, 1999 : 434)
b. Riwayat Kesehatan Sekarang :
1. Bila saat hamil menderita TBC, kemungkinan ibu tidak
kuat untuk mengejan dan berakibat persalinan lama.
2. Ibu dengan DM, kemungkinan sulit karena bayi besar.
3. Ibu dengan penyakit jantung dilarang mengejan karena
akan memperberat penyakitnya. (Sarwono, 1999 : 520)
c. Riwayat Kesehatan Keluarga :
Riwayat keturunan kembar kemungkinan besar akan
menurun pada anggota keluarga yang lain. Riwayat penyakit keluarga seperti DM,
Hipertensi dan darah sukar membeku dapat menurun sehingga potensial ibu hamil
mederita penyakit yang sama dan berakibat persalinan yang beresiko. (Sarwono,
1999 : 387)
d. Riwayat Kebidanan (Haid)
1.
Menarche pada waktu pubertas 10-16 tahun, haid teratur, siklus 28-30 hari,
lama 5-6 hari, jumlah darah 50-70 cc, sifat darah tidak membeku. (Sarwono,
1999: 103-104)
2.
Selama haid tidak ditemukan keluhan pusing-pusing, pingsan ataupun
tanda-tanda anemia yang lain serta jumlah perdarahan yang berlebihan hingga ada
stosel, untuk mengidentifikasi adanya resiko perdarahan selama persalinan.
(Hamilton, 1999 )
3.
Perlu diketahui HPHT untuk membantu menentukan usia kehamilan dan tafsiran
persalinan. (Hanifa W, 1999 : 125).
4.
Kehamilan yang lalu.
Kehamilan terdahulu merupakan informasi yang penting
karena kondisi yang terdahulu dapat terulang lagi. Misal perdarahan hipertensi,
partus preterm, dsb. (DepkesRJ, 1993 : 30)
Apabila sejak hamil sampai melahirkan ibu mengalami
penyakit seperti adanya jantung, paru-paru, hipertensi, ginjal dan lain-lain,
maka dalam kehamilan ini bidan harus melakukan konsultasi dengan dokter atau
rujukan. Dan yang jelas dapat mempengaruhi proses persalinan. Selain itu perlu
diketahui usia kehamilan terdahulu seperti melahirkan. (Manuaba, 1998:287-292)
5.
Persalinan yang lalu.
Persalinan yang lalu bila tidak ada penyakit
diharapkan persalinan kali ini juga tidak mengalami kesulitan. Kelahiran dengan
SC kemungkinan terjadi rupture uteri kira-kira 1% sehingga dianjurkan untuk
melaksanakan persalinan di RS. Perlu dituliskan demam pada persalinan atau
nifas untuk memberikan penyuluhan sehingga tidak terulang kembali. (DepkesRI,
1993:31-32). Ibu dengan riwayat persalinan SC karena panggul sempit kemungkinan
persalinan kali ini dengan SC juga. Begitu juga apabila pada riwayat terdahulu
mengalami pardarahan dan bayi besar maka untuk persalinan kali ini harus
diwaspadai akan terulang. (Sarwono, 2001 : 206)
e. Riwayat Nifas.
Pengeluaran
lochea rubra sampai hari ke 3 yang berwarna merah, lochea serosa hari ke 4
sampai 9 berwarna Icbih pucat dan kecoklatan, serta lochea alba dari hari 10-15
berwarna putih kekuningan. Ibu dengan riwayat pengeluaran lochea parulentha, lochea
statica, infeksi intra uteri, rasa nyeri berlebihan memerlukan pengawasan
khusus. Dan ibu meneteki kurang dari 2 tahun, adanya bendungan ASI sampai
terjadinya abses pada payudara harus dilakukan observasi yang ketat. (Manuaba,
1998: 193)
f. Riwayat Kehamilan Sekarang.
Ibu hamil
periksa mulai ia terlambat haid, pada trimester biasanya mengalami mual, muntah
tetapi menghilang setelah trimester II. Setiap wanita hamil mengalami resiko
komplikasi yang bias mengancam jiwanya, oleh karena itu diharapkan minimal 4
kali kunjungan antenatal, yaitu 1 kali pada trimester I, I kali trimester II, 2
kali trimester III, merasakan pergerakan anak biasanya pada usia 5 bulan,
imunisasi TT 2 kali selang 1 bulan, serta mendapatkan tabel Fe minimal 90 buah,
kapsul yodium 1 kali dan melaksanakan perawatan payudara. (Manuaba, 1998 :
129-131).
g. Pola Kebiasaan Sehari-hari.
1. Nutrisi.
Pada kala pembukaan adalah waktu untuk menyiapkan ibu
menghadapi persalinan-persalinan diusahakan agar ibu dapat memasukkan makanan
ke dalam tubuhnya agar ada zat bakar untuk pembentukan energi, makanan adalah
yang mudah dicerna agar tidak memberatkan pekerjaan pencernaan. Kadang-kadang
karena perasaan sakit ibu enggan makan. Dalam hal ini perlu dijelaskan makanan
tersebut.
Cairan dianjurkan, ibu minum cairan yang mengandung
nutrisi atau air biasa selama proses persalinan karena cairan akan membuat
tenaga dan mencegah ibu dari dehidrasi yang dapat mempengaruhi keadaan his. (Depkes
RI, 2000 : 18)
2. Eliminasi.
Menjelang persalinan frekuensi meningkat (BAK ) karena
bagian terendah janin menekan kandung kemih. (HanifaW, 1999 : 97)
BAB bila mungkin anjurkan ibu untuk BAB sebelum
persalinan kala II jangan memberikan klimas bila kepala janin belum engaget,
karena saat ibu mengejan untuk mengosongkan rectum, selaput ketuban dapat pecah
dengan resiko terjadinya tali pusat menumbung.
Ibu proses persalinan harus kemih 2 jam / lebih
sering, bila kandung kemih penuh akan menghambat penurunan kepala dan akan
membuat ibu merasa tidak nyaman. (Djoko Waspodo, 2000 : 33)
3. Istirahat dan tidur.
Menjelang persalinan istirahat / tidur yang dianjurkan
adalah posisi miring ke kiri, karena dengan posisi tidur miring ke kiri akan
memperlancar peredaran darah ke vena cava inferior. (Hamilton, 1995:83)
Istirahat dan tidur diperlukan bagi ibu yang akan
bersalin, tidur dan istirahat dilakukan apabila persalinan masih agak jauh.
Bila persalinan dekat tentti tidak mungkin dapat istirahat karena rasa nyeri
lebih kuat. (Ibrahim, 1993:46)
4. Personal Hygiene.
Infeksi yang dapat terjadi selama proses persalinan
akan dapat menyebabkan kematian atau penyakit pada ibu maupun janin. Ibu hamil
harus selalu mandi dan menggunakan baju yang bersih selama persalinan. Penolong
persalinan harus mencuci kedua tangannya sesering mungkin dan menggunakan alat-alat
steril atu DTT. Alasan pencegahan infeksi amat penting bagi ibu, janin, maupun
penolong persalinan. (Djoko Waspodo, 2000 : 2-12)
5. Aktifitas.
Bila his jarang bagian terdepan belum masuk PAP,
kantung ketuban masih ada maka diperbolehkan berjalan agar his bertambah kuat
dan sering sehingga mendesak turunnya kepala ke PAP. Apabila his jarang
presentasi belum masuk PAP, kantong ketuban sudah pecah, ibu tidak boleh
berjalan, ibu dianjurkan tidur terlentang.
Apabila his jarang presentasi belum masuk PAP, ketuban
sudah pecah atau apabila his sudah kuat, presentasi sudah masuk PAP, ketuban
masih ada, tidak boleh berjalan untuk menghindari gerakan yang salah pada bayi.
(Ibrahim, 1993:97)
6. Riwayat Ketergantungan.
Mengalami kelergantungan pada minuman beralkohol, merokok,
akan mengakibatkan gangguan pada persalinan, pertumbuhan dan perkembangan
janin. (Depkes RI, 1993 : 34)
7. Latar Belakang Sosial Budaya.
Kemiskinan, ketidak tahuan, kebodohan dan rendahnya
status wanita merupakan beberapa factor sosio-budaya yang berperan pada
tingginya angka kematian maternal, transportasi yang sulit, ketidak mampuan
membayar, pelayanan yang baik, pantangan makanan tertentu pada wanita hamil
juga merupakan factor-faktor yang ikut berperan. (HanifaW, 1999:25)
8. PsikoSosial Spiritual.
Biasanya timbul perasaan takut, cemas dan ragu-ragu
terutama pada ibu yang baru pertama kali melahirkan. Keadaan psikologis dan
pengetahuan keluarga yang slabil akan mcmpengaruhi dukungannya terhadap klien
hamil. Semakin baik / slabil maka dukungan yang diberikan semakin positif bagi
ibu / klien.
9. Kehidupan Sexsual.
Coitus pada akhir kehamilan lebih baik ditinggalkan
karena kadang-kadang menimbulkan infeksi pada persalinan dan nifas, serta dapat
memecahkan ketuban pada multipara. Coitus dapat dilakukan dengan menggunakan
kondom/perubahan posisi yang dapat mengurangi kedalaman penetrasi. (Manuaba,
1998: 139)
1.
Nyeri (akut) berhubungan dengan Peningkatan tahanan pada jalan lahir
2.
Risiko tinggi cedera terhadap maternal berhubungan dengan obstruksi pada
penurunan janin
3.
Risiko tinggi cedera terhadap janin
berhubungan dengan malpresentasi janin
4.
Koping individual tidak efektif berhubungan dengan krisis situasi
1.
Nyeri (akut ) berhubungan dengan Peningkatan tahanan pada
jalan lahir
Tujuan : Nyeri hilang/berkurang
Kriteria hasil : a. Klien Berpartisipasi dalam perilaku untuk
menurunkan sensasi nyeri dan meningkatkan kanyamanan
b. Tampak rileks diantara
kontraksi
c. Melaporkan nyeri berulang
/ dapat diatasi
Intervensi
|
Rasional
|
Anjurkan
klien menggunakan tehnik relaksasi.Berikan instruksi bila perlu
|
Relaksasi
dapat membantu menurunkan tegangan dan rasa takut,yang memperberat nyeri dan
menghambat kemajuan persalinan
|
Berikan
tindakan kenyamanan (misalnya: sandaran bantal, pemberian kompres sejuk)
|
Meningkatkan
relaksasi,menurunkan tegangan dan ansietas dan meningkatkan koping dan
kontrol klien
|
Kolaborasi
oemberian obat analgetik saat dilatasi dan kontraksi terjadi
|
Menghilangkan
nyeri, meningkatkan relaksasi dan koping dengan kontraksi,memungkinkan klien
tetap focus
|
2.
Risiko tinggi cedera terhadap meternal berhubungan dengan
obstruksi mekanis pada penurunan janin
Tujuan : Cedera
maternal tidak terjadi
Kriteria Hasil :
Tidak terdapat tanda-tanda cedera maternal pada ibu
maupun
janin
Intervensi
|
Rasional
|
Evaluasi
tingkat keletihan yang menyertai,serta aktifitas dan istirahat sebelum awitan
persalinan
|
Kelelahan
ibu yang berlebihan menimbulkan disfungsi sekunder atau mungkin akibat dari
persalinan lama
|
Kaji pola kontraksi uterus secara manual atau secara
elektronik
|
Disfungsi
kontraksi memperlama persalinan,meningkatkan risiko komplikasi maternal /
janin
|
Catat penonjolan , posisi janin dan presentasi janin
|
Indikator kemajuan persalinan ini dapat
mengidentifikasi timbulnya penyebab persalinan lama
|
Tempat
klien pada posisi rekumben lateral dan anjurkan tirah baring dan ambulasi
sesuai toleransi
|
Relaksasi
dan peningkatan perfusi uterus dapat memperbaiki pola
hipertonik.Ambulasi
dapat membantu kekuatan grafitasi dalam merangsang pola persalinan normal dan
dilatasi serviks
|
Gunakan
rangsang putting untuk menghasilkan oksitosin endogen.
|
Oksitosin
perlu untukmenambah atau memulai aktifitas miometrik untuk pola uterus
hipotonik
|
Kolaborasi
: Bantu untuk persiapan seksio sesaria sesuai indikasi,untuk malposisi
|
Melahirkan
sesaria diindikasikan malposisi yang tidak mungkin dilahirkan secara vagina
|
3. Risiko tinggi cedera
terhadap janin berhubungan dengan malpresentasi janin.
Tujuan : Cedera pada janin tidak terjadi
Kriteria
hasil : Menunjukan DJJ dalam batas
normal dengan variabilitas
baik
Intervensi
|
Rasional
|
Kaji DDJ
secara manual atau elektronik,perhatikan variabilitas ,perubahan periodik dan
frekuensi dasar
|
Mendeteksi
respon abnormal ,seperti variabilitas yang berlebih – lebihan, bradikardi
& takikardi, yang mungkin disebabkan oleh stres, hipoksia, asidosis, atau
sepsis
|
Perhatikan
tekanan uterus selamaistirahat dan fase kontraksi melalui kateter tekanan
intrauterus bila tersedia
|
Tekanan
kontraksi lebih dari 50 mmHg menurunkan atau mengganggu oksigenasi dalam
ruang intravilos
|
Kolaborasi
: Perhatikan frekuenasi kontraksi uterus.beritahu dokter bila frekuensi 2
menit atau kurang
|
Kontraksi
yang terjadi setiap 2 menit atau kurang tidakmemungkinkan oksigenasi adekuat
dalam ruang intravilos
|
Siapkan
untuk metode melahirkanyang paling layak, bilabayi dalam presentasi bokong
|
Presentasi
ini meningkatkan risiko , karena diameter lebih besar dari jalan masuk ke
pelvis dan sering memerlukan kelahiran secara seksio sesaria
|
Atur
pemindahan pada lingkungan perawatan akut bila malposisi dideteksi klien
dengan PKA
|
Risiko cedera atau kematian janin meningkat dengan
malahirkan pervagina bila presentasi selain vertex
|
4.
Koping individual tidak efektif berhubungan dengan krisis
situasi
Tujuan : Koping individual menjadi efektiv
Kriteria Hasil :
1. Mengungkapkan pemahaman tentang apa yang terjadi
2. Mengidentifikasi /menggunakan tehnik koping efektif
Intervensi
|
Rasional
|
Tentukan
kemajuan persalinan , kaji derajat nyeri dalam hubungannya dengan dilatasi /
penonjolan
|
Persalinan
yang lama yang berakibat keletihan dapat menurunkan kemampuan klien untuk
mengatasi atau mengatur kontraksi
|
Kenali
realitas keluhan klien akan nyeri /ketidaknyamanan
|
Ketidaknyamanan
dan nyeri dapat disalahartikan pada kurangnya kemajuan yang tidak dikenali
sebagai masalah disfungsional
|
Tentukan
tingkat ansietas klien dan pelatih perhatikan adanya frustasi
|
Ansietas
yang berlebihan meningkatkan aktifitas adrenal /pelepasan
katekolamin,menyebabkan ketidak seimbangan endokrin,kelebihan epinefrin
menghambat aktifitas miometrik
|
Berikan
informasi faktual tentang apa yang terjadi
|
Dapat
membantu reduksi ansietas dan meningkatkan koping
|
Berikan
tindakan kenyamanan dan pengubahan posisi klien.Anjurkan penggunaan tehnik
relaksasi dan pernafasan yang dipelajari
|
Menurunkan
ansietas, meningkatkan kenyamanan , dan membantu klien mengatasi situasi
secara positif
|
Kasus
:
Ny.K umur 30 tahun datang ke RSUD.
Dr Soetomo pada tanggal 10 Desember 2013 pukul 10.00 WIB dengan keluhan
pergerakan janin terasa dibagian perut bawah dan ibu sering merasa benda keras
( kepala) mendesak tulang iga. Keluhan yang dirasakan sejak usia kehamilan 28
minggu. BB 75 kg, TB 160 cm, TD 140/100 mmHg, RR 20x/menit, Nadi 80 x/menit,
Suhu 35,70C.
1.
Data Biografi:
Nama : Ny. K
Umur : 30 th
Agama : Islam
Suku
/ Bangsa : Jawa /
Indonesia
Pendidikan : SMA
Status
Perkawinan : Nikah
Anak
: 2 (hamil
anak ke 3 sekarang)
Pekerjaan
Ibu rumah tangga
Alamat :
Sidoarjo
Dx
masuk : Kelainan Letak
No.
RM :13.11.12.75
MRS
: 10
Desember 2013
2.
Keluhan: Pergerakan janin terasa
dibagian perut bawah, di bawah pusat dan ibu sering merasa benda keras (
kepala) mendesak tulang iga.
3.
Riwayat kesehatan
saat ini: Pasien datang ke RSUD Dr.Soetomo diantar bidan, karena
setelah memeriksakan kehamilannya ke bidan diketahui letak bayinya sungsang
dalam rahim. Pasien juga mengatakan takut bila bayinya mengalami kelainan.
Pasien mengaku biasa memeriksakan kehamilannya ke dukun sejak awal kehamilan
hingga usia kehamilan 23 minggu,
pasien baru memeriksakan kehamilannya ke bidan saat usia kehamilannya 28 minggu dan mulai merasakan pergerakan janin yang
terasa di bagian perut bawah. Ibu juga sering merasa benda keras (kepala) mendesak
tulang iga.
4.
Riwayat menstruasi
Menarche
: 12 tahun
Siklus : teratur (1 kali dalam sebulan)
Lama : 7 hari
Banyak : 2 kali ganti pembalut dalam sehari
Dismenorhea : (-)
Flour albus : (-)
HPHT : lupa
TP : (-)
Siklus : teratur (1 kali dalam sebulan)
Lama : 7 hari
Banyak : 2 kali ganti pembalut dalam sehari
Dismenorhea : (-)
Flour albus : (-)
HPHT : lupa
TP : (-)
5.
Riwayat pernikahan
Riwayat
pernikahan :
1 kali selama 8 tahun
Usia menikah : ♀ = 22 tahun
♂ = 25 tahun
1 kali selama 8 tahun
Usia menikah : ♀ = 22 tahun
♂ = 25 tahun
6.
Riwayat kehamilan yang lalu: ibu pernah melahirkan dengan kehamilan premature dan panggul ibu sempit.
7.
Riwayat ANC: Baru 1 kali periksa ke
bidan selama hamil, diberi vitamin penambah darah dan dikatakan bayi dalam
letak sungsang.
8.
Riwayat kontrasepsi:
Pil
KB selama 5 bulan, stop 1 tahun lalu
KB suntik selama 4 tahun, stop 2 tahun lalu.
KB suntik selama 4 tahun, stop 2 tahun lalu.
9.
Riwayat penyakit yang pernah
diderita ibu : ibu ada riwayat hipertensi.
10. Riwayat penyakit keluarga: Kakek si Ibu menderita penyakit
jantung.
11. Riwayat
kehamilan sekarang: Letak
sungsang bisa terjadi pada kehamilan primi atau multigravida terutama
padamultigravida, ini karena pada multi gravida ruang rahim lebih luas sehingga
pergerakan janin lebih bebas. Letak sungsang terjadi pada usia kehamilan <
32minggu karena pada usia kehamilan tersebut air ketuban masih banyak
yangmemudahkan janin bergerak dan mudah terjadi leteak sungsang, tetapi masih
bisakembali pada posisi letak kepala sampai usia kehamilan < 37 minggu. Pada
usiakehamilan 37 minggu atau lebih letak sungsang sudah tidak dapat kembali ke
posisikepala. Tinggi fundus uteri pada kehamilan sungsang sesuai dengan usia
kehamilan.
12. Pola
Pemenuhan Kebutuhan Dasar
a) Aktivitas
dan istirahat: Aktivitas
pada ibu hamil harus diimbangi dengan istirahat yang cukup supaya kondisi ibu tetap baik
dan tidak turun karena akan sangat berpengaruh terhadapkondisi janin.
b) Nutrisi
dan cairan: Tidak
ada diit khusus pada kehamilan sungsang. Tetapi kualitas makanan ibuhamil tetap
harus diperhatikan, karena nutrisi sangat diperlukan untuk kesehatanibu dan
janin.
c) Eliminasi: Keluhan yang sering
muncul konstipasi dan sering bak. Karena pengaruh hormon progesterone
yang mempunyai efek rileks terhadap otot polos, salah satunya otot usus,
selain itu desakan usus oleh pembesaran janin jugamenyebabkan bertambahnya
konstipasi. Untuk seringnya bak didisebabkan pembesaran janin menyebabkan
desakan pada kantong kemih.
13. Status
psikososial
Cemas karena
tidak dapat melahirkan pervaginam.
a) Kepala :-Rambut : normocephale, rambut tidak mudah dicabut.
Muka : berkeringat
Mata : konjungtiva pucat (-), sklera
ikterik (-), refleks cahaya (-)
Telinga : tidak
ada kelainan
Leher : tidak ada kelainan
b) Dada:
simetris, statis dan dinamis
Mammae:
menegang, membesar dan hiperpigmentasi.
c) Abdomen: Pembesaran (fetus)
Status
Obstetrikus
1. Inspeksi
: perut membuncit
simetris, linea nigra (+), striae
gravidarum
(+)
2. Palpasi
LI : TFU : 33 cm
LI : TFU : 33 cm
taksiran berat janin : 33 – 12 x (155) = 3255 gram
teraba bulat, keras, melenting
teraba bulat, keras, melenting
LII : kanan : bagian-bagian kecil janin
kiri : tahanan memanjang
kiri : tahanan memanjang
LIII : teraba bulat, besar, lunak, tidak
melenting, tidak bisa digerakkan
LIV : divergen
3. Auskultasi
: DJJ = 140x/menit
4. Pemeriksaan
Dalam
Vagina
Touche
vulva/uretra/vagina : tenang
portio : arah depan
pembukaan : 2 cm
effacement : 50%
ketuban : (-)
bagian terbawah : bokong
penurunan bokong : HI
denominator : belum dapat ditentukan
vulva/uretra/vagina : tenang
portio : arah depan
pembukaan : 2 cm
effacement : 50%
ketuban : (-)
bagian terbawah : bokong
penurunan bokong : HI
denominator : belum dapat ditentukan
Analisa Data
|
Etiologi
|
Masalah
|
1. DS:
ibu mengeluh pergerakan
janin terasa dibagian perut bawah, di bawah pusat dan ibu sering merasa benda keras (
kepala) mendesak tulang iga.
DO:
LI
: TFU : 33 cm
taksiran berat janin : 33 – 12 x (155) = 3255 gram teraba bulat, keras, melenting LII : kanan : bagian-bagian kecil janin kiri : tahanan memanjang LIII : teraba bulat, besar, lunak, tidak melenting, tidak bisa digerakkan LIV : divergen |
Kelainan letak
Panggul sempit
Obsruksi penurunan
janin
Resiko tinggi cidera
(janin)
|
Resiko tinggi cidera (janin)
|
2. DS: ibu merasa cemas dengan pergerakan janinnya
DO:
|
Kepala
(janin) mendesak tulang iga (ibu)
Kurangnya informasi
ansietas
|
Ansietas
|
1.
Resiko tinggi
cidera berhubungan dengan obstruksi penurunan janin lahir
2.
Ansietas
berhubungan dengan kurangnya pengetahuan
Resiko cedera pada
bayi (asfiksia) berhubungan dengan obstruksi penurunan janin.
Tujuan
:
Selama
dilakukan antanatal care tidak terjadi asfiksia pada janin.
Kriteria
hasil:
-DJJ
teratur
-Gerakan
janin aktif
|
|
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
·
Motivasi ibu untuk memriksakan
kandungannya secara teratur sesuai jadwal kunjungan
·
·
Jelaskan pada ibu
tanda-tanda kegawatan janin dalam kandungan dan segera kontrol.
·
Observasi DJJ janin (
kekuatan dan frekwensi).
·
Observasi pergerakan
anak dalam rahim
o Kolaborasi
dengan dokter bila menemukan tanda-tanda asfiksia pada janin.
|
Mengetahui kondisi janin dan menentukan
tindakan yang tepat bilaterjadi kelainan pada janin
·
Pengetahuan ibu
tentang tanda-tanda kegawatan janin akan membantumencegah komplikasi yang
lebih berat menentukan tindakan.
·
DJJ yang lemah dan
tidak teratur merupakan tanda terjadinya asfiksia bayidalam kandungan.
·
·
Pergerakan
janin dalam rahim yang lemah dan jarang merupakan tanda – tanda bahaya janin
yang harus diwaspadai.
·
Memberikan pertolongan
segera pada janin dan mencegahkomplikasi yang lebih berat/kematian janin.
|
Kecemasan berhubungan dengan kurangnya pengetahuan
Tujuan : Setelah dilakukan
tindakan keperawatan , kecemasan berkurang.
Kriteria hasil:
·
-Klien tidak gelisah
·
-Klien tampak tenang
dan tidak tegang
·
-Tensi sistol 110-130 & diastole
60-90
·
-Nadi 60-100x/mnt
|
|
Intervensi
|
Rasional
|
Informasikan
kondisi ibu dan janin saat ini.
Berikan
penjelasan tentang kemungkinan persalinannya nanti bisa lahir spontan tetapi
memang memerlukan observasi yang cermat, tetapi apabila keadaan tidak
memungkinkan untuk lahir spontan baru dilakukan seksio.
Monitor
tingkat kecemasan klien melalui observasi keadaankesadaran, nadi dan tensi.
Ciptakan
lingkungan yang aman dan nyaman.
Anjurkan
klien untuk bernafas dalam dan perlahan.
|
Memberitahu
kondisi ibu dan janin akan memberika perasaan legadan nyaman.
Pengertian
klien tentang kemungkinan – kemungkinan persalinannya dapat membantu
mengurangi stres
Perubahan
tanda- tanda vital dan penurunan kesadaran merupakan tandaadanya kecemasan
dan indikasi untuk melakukan intervensi segera.
Ditemukannya
sumber stres dapat mempermudah intervensi keperawatan
Dengan
bernapas dalam dan perlahan , dapat membantu menurunkan stress
|
1. Tidak
ada cidera pada janin
2. Kecemasan
ibu teratasi
Letak sungsang adalah keadaan dimana
janin terletak memanjang dengan kepala di fundus uteri dan batang berada di
bagian bawah kavum uteri. Kejadian letak sungsang berkisar antara 2% sampai 3%
bervariasi di berbagai tempat. Sekalipun kejadiannya kecil tetapi mempunyai
penyulit yang besar dengan angka kematian sekitar 20% sampai 30%
(Winkjosastro,1999)
Letak
sungsang dibagi sebagai berikut:
1. Letak
bokong murni; presentasi bokong murni, dalam bahasa Inggris “Frank breech”.
Bokong saja yang menjadi bagian depan sedangkan kedua tungkai lurus ke atas.
2. Letak
bokong kaki (presentasi bokong kaki) di samping bokong teraba kaki dalam bahasa
Inggris “Complete breech”. Disebut letak bokong kaki sempurna atau tidak
sempurna kalau di samping bokong teraba kedua kaki atau satu kaki saja.
3. Letak
lutut (presentasi lutut)
4. Letak
kaki (presentasi kaki)
Dalam
bahasa Inggris letak lutut dan letak kaki disebut “Incomplete breech”.
Tergantung pada terabanya kedua kaki atau lutut atau hanya teraba satu kaki
atau lutut disebut letak kaki atau lutut sempurna dan letak kaki atau lutut
tidak sempurna.
Letak Lintang adalah Keadaan bayi
melintang rahim, dengan kepala pada sisi yang satu dan bokong berada pada sisi
yang lain. Pada letak lintang sumbu panjang anak tegak lurus atau hampir tegak lurus
pada sumbu panjang ibu. Pada letak lintang bahu menjadi bagian terendah, maka
juga disebut presentasi bahu atau
presentasi acromion. Kalau punggung terdapat sebelah depan disebut
dorsoanterior dan kalau di belakang disebut dorsoposterior.
Etiologi
1. Prematuritas
karena bentuk rahim relatif kurang
lonjong, air tuban masih banyak dan kepala anak relatif besar.
2. Hydramnion
karena anak mudah bergerak.
3. Placenta
previa karena menghalangi turunnya kepala ke dalam PAP.
4. Bentuk
rahim yang abnormal seperti uterus bicornis.
5. Panggul
sempit
6. Kelainan
bentuk kepala: hydrocephalus, anencephalus, karena kepala kurang sesuai dengan
bentuk
PAP.
Sebagai perawat
profesional kita harus mampu memberikan asuhan keperawatan yang benar pada
klien dengan kelainan letak.
Selain itu pemahaman anatomi, fisiologi, dan patofisiologi penyakit merupakan
hal yang penting untuk menunjang perawatan terhadap klien agar klien merasa
nyaman dan status kesehatan meningkat sehingga angka mortalitas akibat ibu
hamil dengan kelainan letak dapat ditekan semaksimal mungkin.
DAFTAR
PUSTAKA
UNPAD, Bagian Obstetri & Ginekologi FK. (2000).
Obstetri Patologi. Dalam B.
O.
UNPAD, Obstetri Patologi. Bandung: Elstar Offset.
Dra. Dini Kasdu, M.Kes. (2005). Solusi Problem
Persalinan. Jakarta: Puspa Swara.
Prawirohardjo, S. 2006. Ilmu Kebidanan . Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo
Hacker Neville F, Moore J. George. 2001. Esensial Obsteri
dan Ginekologi Edisi kedua. Jakarta. Hipokrates
Saifuddin AB, Adriaansz G, Wiknjosastro GH, Waspodo D.
2000. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Jakarta:
JNPKKR-YBPSP.
Sastrawinata, Sulaiman dkk., Obstetri Patologi Ilmu
Kesehatan Reproduksi edisi 2 Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran,
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 2005
Wiknjosastro, H. (Ed.). 2007. Ilmu Kebidanan
(kesembilan ed.). Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
0 komentar:
Posting Komentar